Beberapa hari yang lalu saya ajak teman ke Dieng Culture
Festival (DCF) tahun ini tapi saya tolak. Bukan apa-apa, saya sudah kesana
tahun 2013. Selain itu, jadwal DCF tahun ini adalah 8-10 30-31 Agustus 2014, berbarengan dengan kegiatan training yang saya ikuti. Tapi, karena ajakan itu, saya
jadi ingat kalau saya belum posting foto-fotonya. Terlambat 1 tahun sih, tapi
daripada tidak sama sekali :)
Waktu itu saya pergi (seperti biasa) dengan
Tia. Kami ikut dalam salah satu paket wisata yang diadakan oleh Triphemat.
Berangkat dari Jakarta hari Jumat malam tanggal 28 Juni 2013 dan baru sampai di
Dieng 15 jam kemudian. Perjalanan yang biasanya ditempuh sekitar 10 jam harus
molor karena sudah menjelang bulan Ramadhan sehingga banyak jalan sedang dalam
perbaikan.
Kami
tiba di Dieng sekitar pukul 12.00. Pembukaan
DCF sendiri sebenarnya sudah dilakukan pada hari Jumat siang yang diikuti
dengan gelar acara tradisional. Namun, Sabtu siang itu tidak ada agenda acara apapun.
Acara baru akan dilanjutkan kembali pada Sabtu malam. Kebetulan, siang itu kami
jadi bisa wisata ke beberapa objek wisata di Dieng.
Malam harinya, setelah
makan malam kami menuju ke kompleks Soeharto Whitlam. DCF benar-benar sebuah
pesta perayaan untuk masyarakat Dieng dan wisatawan. Ada api unggun untuk bakar
jagung (sayang, saya tidak kebagian jagungnya), minuman khas Purwaceng, layar tancep dan pertunjukkan
wayang kulit semalam suntuk.
|
Lihat api unggunnya, tapi ngga lihat sama sekali jagung bakar gratisnya. |
|
Tembang-tembang sudah dinyanyikan, tapi pertunjukkan wayang kulit belum dimulai |
|
Ada layar tancep. Jadi inget waktu masih kecil kalau 17 agustusan suka ada layar tancep di kelurahan :) |
Yang
tidak kalah menariknya, ada pelepasan lampion dan kembang api di kompleks Candi
Arjuna.
Keesokan harinya sekitar pukul 08.30 kegiatan
DCF kembali dimulai. Bisa dibilang, hari ini adalah puncak acaranya, yaitu
pencukuran rambut gimbal anak-anak Dieng. Konon, anak-anak berambut gimbal ini
adalah titisan dari Kyai Kolodete, pendiri pemukiman di Dieng. Anak-anak ini
terlahir dengan rambut normal. Namun rambut gimbalnya akan tumbuh setelah
mereka terserang sakit panas. Rambut gimbal ini tidak boleh dicukur sembarang,
melainkan harus melalui ritual khusus. Menurut saya, pemerintah daerah cukup
pintar untuk kemudian mengemas ritual cukur rambut gimbal dalam satu festival
budaya karena terbukti ampuh menarik perhatian wisatawan lokal maupun asing.
DCF di hari Minggu itu
diawali dengan kirab atau arak-arakan. Anak berambut gimbal duduk di kereta
kuda (andong) yang dihias dengan kertas warna-warni. Selain itu, benda permintaan si anak juga turut diarak. Ya, saat anak-anak berambut gimbal itu akan dicukur rambutnya, mereka berhak untuk mengajukan permintaan dan para orang tua harus menuruti permintaan tersebut.
|
Anak dengan rambut gimbal menggunakan pakaian dan tutup kepala serba putih |
|
Kayaknya ini kambing untuk sesajen karena kambing Etawa nggak kayak gini kan? |
Kirab menjadi semakin
meriah karena diiringi dengan berbagai macam kesenian daerah.
|
Superman-nya Indonesia :) |
|
Berpose gaya chibi-chibi |
|
Sepanjang jalan pasti ada saja yang minta foto bareng |
|
Nggak bisa lihat dari tepi jalan? Nggak masalah. Naik saja ke atap rumah. |
Kirab bergerak menuju
ke kompleks Sendang Sedayu untuk prosesi Jamasan. Sayangnya, ketika saya sampai
disana saya sudah tidak kebagian tempat. Sudah terlalu banyak orang yang
mengelilingi tempat upacara yang tidak terlalu luas. Saya hanya bisa mengintip
dari sela-sela kepala orang.
|
Nggak kebagian posisi asik karena udah segitu penuhnya |
Pada prosesi jamasan rambut anak-anak gimbal tersebut dicuci dengan air yang diambil dari mata air yang dikeramatkan. Mereka juga dibacakan doa-doa untuk keselamatan dan kesehatan. Yang unik adalah daftar permintaan anak-anak tersebut yang juga dibacakan. Seperti ini permintaan mereka yang saya salin dari tweet-nya @triphemat :
Anak ke-1 minta seperangkat perhiasan emas n baju pesta.Anak 1 ini asalnya dari Bekasi lho,ayahnya asli Dieng n lama tinggal di Bekasi.Sblmnya rambut gimbal si Anak 1 ini udah pernah dicukur tanpa prosesi, tp setiap habis dicukur si Anak 1 ini jatuh sakit.si Ayah dari Anak 1 ini kemudian memutuskan utk membawa anaknya kembali ke kampung halamannya utk di ruwat sesuai adat.
Anak ke-2 punya permintaan yg cukup sederhana, yaitu sepeda.
Anak ke-3 minta dua ekor ikan yang warnanya merah.
Anak ke-4 minta sebuah topi yang dibeli di toko Mickey Mouse.
Anak ke-5 minta dibelikan seekor kambing.
Anak ke-6 minta lima buah jambu merah dan tempe gembos.
terakhir, Anak 7 minta perhiasan emas dan tas sekolah.
Setelah jamasan
selesai, rombongan anak-anak berambut gimbal bergerak ke kompleks Candi Arjuna
untuk prosesi pencukuran. Otomatis semua penonton juga pindah, termasuk saya.
Kali ini, saya cukup beruntung mendapat tempat untuk melihat yang cukup jelas
walaupun dari samping.
|
Mbah Naryono, sesepuh di Dieng |
|
Anak berambut gimbal menjadi bintangnya pada acara pagi itu |
|
Hanya yang mengenakan id card seperti ini yang diperbolehkan ada di belakang batas kain putih. Yang tidak punya, hanya bisa melihat dari jauh. Yang bisa ada di dalam batas kain putih sepertinya hanya tamu undangan dan VIP |
|
Acara berlangsung khidmat. Penonton cukup tertib dan "tahu diri". Tidak sampai terjadi keributan atau ketidaksopanan seperti yang diberitakan tentang upacara keagamaan di Candi Borobudur |
|
Orang yang mendapat kehormatan untuk mencukur rambut adalah para tetua, pejabat atau tamu kehormatan, dalam foto ini beliau adalah duta besar Slovakia |
|
Para tetua, pejabat atau tamu kehormatan yang telah selesai mencukur memberikan angpao kepada semua anak-anak berambut gimbal |
|
Sudah selesai dicukur lalu bebas menikmati permintaannya |
|
Sebagian kecil wisatawan yang ikut menyaksikan acara cukur rambut |
Rambut gimbal yang
telah dicukur akan dilarung ke sungai Serayu dengan tujuan agar kesialan (bala)
yang ada di rambut gimbal tersebut tidak kembali lagi. Setelah selesai acara
cukur rambut DCF masih akan berlanjut sampai malam. Salah satu agenda yang
sepertinya menarik adalah acara Jazz di Atas Awan. Sayang, acara tersebut baru
akan berlangsung pukul 20.00 sedangkan setelah makan siang kami sudah harus
kembali ke Jakarta.
Jika perjalanan
berangkat kami tempuh selama 15 jam, tebak berapa lama perjalanan kembali ke
Jakarta? Bahkan lebih lama lagi, 18 jam. Meskipun badan rasanya remuk redam
karena terlalu lama duduk di mobil elf, tapi itu semua sepadan dengan
pengalaman yang saya rasakan.
*) Dieng Culture Festival tahun 2013 dilaksanakan tanggal 28-30 Juni 2013
Ternyata meriah banget ya acaranya.... Itu foto2nya banyak yang meleset fokusnya. Kayanya udah saatnya ganti lensa yang lebih nampol. Hehehehheee
BalasHapusIya nih, pengen banget ganti lensa.
HapusCocok tuh Wib, buat kado ultah ke gue :)