Wisata Singkat di Dieng

Tahun lalu niat berkunjung ke Dieng bareng Triphemat memang untuk melihat Dieng Culture Festival 2013. Tapi bukan berarti hanya itu saja yang dilakukan. Walaupun hanya sebentar, saya sempat mengunjungi beberapa tempat wisata di Dieng yang terkenal dengan sebutannya sebagai negeri para dewa.


Sabtu siang, setelah 15 jam perjalanan dari Jakarta, rasanya pengen banget rebahan di kasur. Tapi waktu trip yang singkat membuat saya merasa sayang untuk melewatkan acara jalan-jalan ke berbagai obyek wisata di Dieng.

Tempat pertama yang kami datangi adalah telaga warna. Dinamakan Telaga Warna karena fenomena alam yang terjadi di tempat ini yaitu berupa pergantian warna air dari telaga tersebut. Terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena di dalam air tersebut terdapat kandungan sulfur cukup tinggi sehingga saat sinar Matahari mengenainya maka warna air telaga nampak berwarna warni. Tapi waktu itu airnya sedang berwarna hijau.

Ini kayaknya spot foto sejuta umat


Sesungguhnya kabel flying fox itu sangat mengganggu
Dari Telaga warna kami berjalan kaki menuju Telaga Pengilon melewati rawa-rawa. Siang itu langit mendung dan gerimis tipis sudah mulai turun. Jalan menuju Telaga Pengilon yang sudah di tutup conblock jadi agak sedikit licin. Mesti hati-hati.



Sepanjang perjalanan dari Telaga Warna menuju Telaga Pengilon banyak terdapat gua yang digunakan untuk pertapaan. Masih cukup banyak peziarah yang datang dan bertapa. Buat saya yang tidak suka berada di ruang sempit dan tertutup, membayangkan duduk untuk waktu yang lama di dalam gua yang dingin dan gelap membuat cukup membuat sesak napas.




Letak Telaga Pengilon sebenarnya bersebelahan dengan Telaga Warna. Tapi meskipun bersebelahan air Telaga Pengilon tidak mengandung belerang sama sekali. Jika dilihat dari atas warna airnya juga berbeda. Konon, menurut legenda, barang siapa yang berkaca atau menengok pantulan wajahnya di air telaga, maka akan melihat pantulan yang sesuai dengan sifat asli orang tersebut. Jika bayangan yang terpantul cantik atau tampan, berarti sifat orang tersebut baik. Namun jika bayangan yang terpantul buruk rupa, meskipun sesungguhnya wajah asli anda cantik atau tampan, berarti orang tersebut perlu instropeksi diri.



Dari Telaga Pengilon kami melanjutkan perjalanan ke Dieng Plateu Theater. Tempat ini semacam bioskop mini yang memutar film singkat (kurang lebih 15 menit) mengenai legenda dan kehidupan masyarakat Dieng. Jika biasanya di bioskop kita tergoda untuk makan popcorn sambil nonton, disini lebih menggoda kentang goreng hangat. Murah meriah dan mengenyangkan. Tapi, kombinasi kenyang, udara sejuk dan ruang bioskop yang gelap sukses mengantarkan saya tertidur saat film baru diputar 5 menit.


Film selesai dan saya pun terbangun. Lumayan, tidur 10 menit dan perut kenyang membuat badan terasa segar. Saatnya melanjutkan lagi wisata. Kali ini menuju Kawah Sikidang. Bau belerang sudah tercium dari sejak mobil elf yang kami tumpangi berhenti di parkiran. Karena tidak tahan dengan bau belerang, saya dan Tia lalu membeli masker yang banyak dijajakan.

Tidak perlu berjalan jauh dari parkiran ke Kawah Sikidang. Namun, bau belerang yang cukup menyengat membuat nafas agak sedikit tersengal-sengal.

Tapi tetep dong mendekat juga ke kawah :)







Hari sudah senja ketika kami selesai foto-foto di sekitar kawah. Wisata hari itu harus kami sudahi. Kami lalu kembali ke penginapan. Setelah makan malam, kami datang ke perayaan Dieng Culture Festival. Lalu tidur lebih cepat dari biasanya. Tidak hanya karena badan sudah lelah tapi juga karena harus bangun lebih pagi untuk melihat matahari terbit dari Bukit Sikunir.

Sekitar pukur 04.00 WIB kami sudah memulai perjalanan. Naik mobil sampai kaki Bukit Sikunir, shalat subuh, lalu memulai tracking naik ke puncak Bukit Sikunir dalam kegelapan. Dari kejauhan terlihat kerlap-kerlip lampu senter yang digunakan pengunjung lainnya untuk menerangi jalan menuju puncak. Sepertinya cukup banyak pengunjung hari itu. Tracking pagi itu mengingatkan saya dengan perjalanan di Bromo beberapa tahun yang lalu. Bedanya, disini tidak ada yang menawarkan jasa kuda tunggangan menuju puncak.


Indah ya? Masya Allah


Perbedaan lainnya melihat sunrise di Bukit Sikunir dengan di Bromo adalah tempat berdiri yang tidak terlalu luas. Jadi agak sulit untuk mengambil foto-foto yang menarik. Untungnya, Tia berhasil meng-candid 1 foto yang saya suka. Photo taken by Tia, edited by me :)

Model iklan Aqua :D


Banyaknya pengunjung pagi itu baru terasa menjadi masalah ketika matahari sudah semakin tinggi. Banyak orang lalu bergerak menuruni Bukit Sikunir pada saat yang hampir bersamaan. Akibatnya, terjadi kemacetan.

Penuh dengan orang-orang yang hendak turun

Nggak masalah "macet" karena pemandangannya cantik. Ini foto tanpa edit lho

Telaga Cebong dari kejauhan
Sesampainya di bawah bukit Sikunir rasa lapar menyerang. Padahal waktu diatas sudah makan buah pear dan minum sari kacang hijau yang memang dibawa buat bekal lho. Tapi tidak perlu khawatir, disekitar tempat parkir itu ada banyak warung-warung yang menjual mie instan, aneka gorengan atau jajanan lainnya. Saya memilih teh manis panas, tempe goreng dan mencoba jajanan yang terbuat dari tepung sagu, dibakar di arang lalu ditaburi kelapa parut dan gula pasir. Entah apa namanya, yang penting rasanya enak :)


Mbak penjualnya sedang memasak jajanan. Hasilnya seperti yang dipegang di tangan kirinya.
Selesai ngemil pagi, kami berjalan kembali ke parkir mobil. Tadi pagi memang mobil yang kami tumpangi parkir agak jauh dari kaki Bukit Sikunir. Tapi tak mengapa. Bukit-bukit yang mengelilingi Telaga Cebong dan kesibukan petani Dieng menjadi pemandangan penutup wisata singkat di Dieng.


Buah Carica


Sampai di penginapan makan lagi. Kali ini sarapan dengan Mie Ongklok khas Dieng.




Komentar

Postingan Populer